0

Bertualang di antara yang Tak Bernyawa

Selama hampir satu tahun setengah saya tinggal di daerah Pasteur-Bandung, saya baru tahu hari ini kalau Taman Pemakaman yang selalu terlewati kalau mau ke TOL pasteur itu ternyata bernama Taman Pemakaman Umum Kristen Pandu. Dulu saya hanya tahu komplek pemakaman itu unik dan lumayan besar. Sempat terpikir ingin "ber-iseng ria" main ke kuburan itu tapi takut di judge freak. "Masa maen ke kuburan," begitu komentar teman-teman. Tapi ya sudahlah, toh saya dapet kesempatan kali ini bareng Komunitas Aleut . :D

Cuaca terik diantara jam 9 dan jam 10 Hari Minggu ini tidak mampu bikin saya berhenti mengayunkan langkah menyusul rombongan aleut yang sudah bergerak di TPU Pandu sedari pagi. Untungnya, sehabis Car Free Day di Dago saya masih kuat dong berjalan di bawah sapaan matahari yang menyengat ;). Setelah masuk lewat gerbang Jalan Djunjunan, akhirnya saya bertemu juga sama rombongan Aleut, yang kali ini tidak terlalu banyak, datang dari arah gerbang Jalan Pandu--Jalan Pajajaran. Meskipun sempat kebingungan dan hampir kewalahan (lebay) cari rombongan saking luasnya TPU Pandu ini (oke lebay fix, padahal ada handphone, tinggal telpon).



Ternyata, banyak pejuang Indonesia yang dimakamkan di sana. Tapi yang uniknya adalah, makam-makan para pejuang itu diberi tanda semacam bendera Indonesia di tiang yang diletakkan di atas kuburan mereka. Ada yang diketahui namanya dan ada yang tidak. Yang tidak diketahui namanya hanya mendapat ukiran angka di atas nisannya. Mulai dari angka 1, 2, 3 dan seterusnya.

Cuaca lama-lama tampak tidak mendukung, panas sekali. Lain kali jangan lupa bawa payung ataupun kaca mata hitam kalo ke sini (mau kemana? :p) tapi serius deh, kalau bawa kipas dan air putih dingin bakalan sangat membantu perjalanan menyusuri blok pemakaman. Mungkin gara-gara makamnya dibuat dari batu ya, dan hanya ada sedikit celah yang tampak permukaan tanahnya. Atau pengaruh lain juga mungkin datang dari posisi makam yang tidak rapi.

Ternyata, Arsitek ternama Prof. Ir. C.P. Wolff Schoemaker yang merupakan guru dari Ir. Soekarno waktu dulu sekolah di ITB, dimakamkan di TPU Kristen Pandu ini juga. Sebelumnya saya cuma baca di blog atau dikasih tahu orang-orang tentang info Schoemaker ini, dan ternyata benar tertulis di nisannya. Dia lahir di Banyu Biru dekat Ambarawa pada tahun 1882 dan meninggal tahun 1949 di Bandung--kota yang sangat ia cintai. Bapak yang satu ini merupakan pengguna gaya arsitektur Art-Deco, dan karyanya yang fenomenal dan masih nampak sampai sekarang yaitu Villa Isola yang sekarang menjadi gedung Rektorat UPI (depan fakultas eike :D #abaikan). Contoh karya Schoemaker lainnya yang sudah terkenal seperti Jaarbeurs, Gedung Merdeka (Concordia), Landmark, Gereja St.Petrus, Gereja Bethel, Majestic--AACC--New Majestic, Mesjid Cipaganti, Observatorium Bosscha dan lainnya. Oh iya, dia juga jadi arsitektur Penjara Sukamiskin. Setelah lama nian saya pernah tinggal di daerah sana, saya baru tahu Schoemaker pernah di isolasi di Lapas Sukamiskin waktu pemerintahan Jepang menguasai Indonesia, padahal dia adalah arsitek bangunan itu. Cukup lucu. Namun, saya tidak tahu apakah ruangan tempat dia ditahan dulu "diabadikan" seperti ruangan bekas Ir. Soekarno.





Monohok, kata yang tepat ketika sudah mengetahui bangunan-bangunan yang dirancangnya-- lalu melihat kondisi "rumah bawah tanah" Schoemaker sekarang. Tidak terurus sama sekali. Bahkan katanya, makamnya pernah hampir dibongkar gara-gara belum bayar pajak yang harganya sekitar Rp 30.000-an. Ada yang bilang akhirnya pajak tersebut dibayar oleh salah satu keluarganya yang datang dari Belanda mencari kuburannya, tetapi info terakhir yang paling update yang saya dapat dari komen-komen foto di facebook, yaitu dari Bang Ridwan Hutagalung, Guruh Soekarno Putra lah yang membayar pajak makam itu selama 20 tahun ke depan. Ya, setidaknya jasad bapak Art-Deco ini boleh tenang sedikit. CMIIW.




Saya berhasil masuk ke Negeri Belanda, eh, tangan saya maksudnya. Sebelumnya saya tidak pernah tahu kalau Belanda memiliki tanah di TPU Pandu ini, yak, di Bandung. Pemakaman khusus prajurit Belanda yang dirawat oleh orang Indonesia. Om Indra Pratama bilang, ada 7 teritorial Belanda yang seperti ini di Indonesia. Di Bandung, satu lagi terdapat di Leuwi Gajah. Sisanya terdapat di kota lain. Kalau sudah lewat pagar, bukan wilayah kekuasaan Indonesia lagi. Pantas saja izin masuknya sangat ketat dan sulit sekali. Meskipun sudah melobi berkali-kali tapi tetap saja tidak diperkenankan masuk kalau belum mengantongi izin dari organisasi yang mengurusnya di Jakarta. Kecuali kalau saya berdarah Belanda dan memiliki hubungan dengan yang dimakamkan di situ. Saya beserta teman-teman mau tidak mau harus puas dengan memandangnya dari luar. Ngintip-ngintip dikit boleh lah ya...




Ereveld Pandu, begitu yang tertulis di gerbang pemakaman Belanda itu. Selain penjaga yang lebih disiplin, Kuburannya pun (kata sang penjaga) lebih rapi dan memiliki jarak, sehingga tidak saling berdekatan dan tidak menimbulkan kesan menyesakkan.

Melaksanakan ritual perjalanan, Foto keluarga :)


Kembali berkeliling dan sampailah Aleut di makam social scientist dari Yale University, Raymond Kennedy. Lahir pada tahun 1906, 11 Desember di Holyoke, Massachusets dan dibunuh tahun 1950. Dia bersama Robert Doyle a Time correspondent, sedang mengendarai jeep dari Bandung sekitar tanggal 27-28 April dalam tugasnya untuk proyek penelitian dalam kontak budaya dan akulturasi di Indonesia. Warga negara Amerika ini pernah juga mengajar di Brent School, Filipina. Semenjak di Amerika, ia sudah mempelajari tentang Indonesia di perpustakaan Yale University. Konon katanya ia beserta rekannya ditangkap karena penelitian yang ia lakukan terhadap Belanda saat itu. Lagi-lagi, kuburannya nampak sangat terabaikan, dikelilingi dan tertutupi belukar. Bahkan namanya pun sudah sangat memudar. (klik ini untuk sumber)


Ternyata melewati orang-orang yang sudah tak bernyawa itu aneh rasanya. Sepertinya energi ini melemah karena terhisap sesuatu. Lumayan untuk mengingatkan kalau dunia ini fana, dan takkan selamanya kita hidup. lalu apa yang harus kita persiapkan untuk kita mati? Salah satunya yang jangan dilupakan yaitu kavling masa depan dengan pajak yang sudah terjamin.



Sayang sekali saya datangnya telat, padahal kalau lebih pagi sedikit saya bisa ikut melihat tengkorak-terkorak yang tidak berada di dalam tanah dan melihat patung semacam di Tamam Prasasti di makamnya Ursone, pengusaha susu murni pertama di lembang. Sang Direktur BMC menulis “Vergeet U niet, dat er in geheel Nederlandsch Oost-Indie slechst een Melk centrale is, en dat is de Bandoengsche Melkcentrale !” (“Anda jangan lupa, bahwa di seantero Nusantara ini cuma ada satu Pusat Pengolahan Susu, dan itu adalah Bandoengsche Melk Centrale!”). 30 ekor sapi mengawali usaha keluarga ini dengan hasil 100 botol perhari, namun berkembang menjadi 250 ekor sapi pada tahun 1940 dengan produksi ribuan liter perhari. Kita bisa menikmati produksi dari pengolahan BMC ini di Jalan Aceh No. 30 Bandung dekat Mesjid Al-Ukhuwah di seberang Barat Balai Kota Bandung.

Photos : Hasil menculik dari albumnya Mba Ayu 'Kuke' Wulandari dan Bang Nara Wisesa

0 lost people:

Back to Top