It's My LDR Version

I could stand several feelings of having LDR with someone that I've been keeping the commitment about, I always do. Even though I don't know what are the next things that could happen, which is the unpredictable one.

Okay, let me count down.

.............

Semula, ok. Tiada yang salah dengan mencoba memiliki hubungan jarak jauh. Semula, oh oke, mereka banyak yang berhasil walaupun rintangan tidak mudah. Semula... lebih semula daripada semula yang telah aku katakan, aku tidak percaya orang-orang tersebut melakukan LDR demi seseorang yang mereka sebut itu cinta. Bahkan aku sempat berujar, aku tak akan mungkin akan mampu bertahan dengan kenyataan memiliki hubungan dengan seseorang yang keberadaannya pun tidak ada di dekat kita. Namun, kenyataan saat ini berbanding terbalik.


Semula, semuanya biasa saja. Semula terasa baik-baik saja, normal dan oh oke, it's a beautiful life. Bertemu dengan seseorang yang kau sayangi setiap hari, tiada henti, kemana pun selalu bersama dan... berujung pada kecanduan. Ya, candu akan dirinya yang harus selalu di dekatmu. Dia yang menjadi teman, sahabat, kakak dan kekasihmu. Ada resiko yang aku pahami namun ternyata di balik itu ada sesuatu yang tidak aku mengerti.


Aku semakin mendekati resiko itu.


Tibalah waktunya, tibalah kenyataan yang tak aku acuhkan, yang semula aku abaikan. Kamu harus pergi menggapai cita-citamu, apa yang sudah kau rencanakan bahkan sebelum berencana untuk jatuh hati padaku. Aku tak mungkin melarangmu, karena aku pun mengerti---keinginan yang terpenjara itu sungguh tiada berguna, tiada rasa dan percuma. Tidak akan beranak-pinak kebahagiaan apalagi kesuksesan. Maka di sanalah aku dengan yakin... turut mendukungmu dengan rencanamu. Walaupun sebenarnya aku sakit, sedikit tidak rela pada awalnya: karena aku akan merasa sendiri, dan tidak jauh berbeda dengan mereka yang sendiri. Pikiran-pikiran itu rupanya telah bersarang di sel otakku tanpa aku sadari. Namun aku yakin, yang semula terbiasa denganmu, tak akan terlalu sulit bagiku untuk melepasmu.


Ingat percakapan kita dahulu? Dahulu sekali, saat belum banyak saling mengenal satu sama lain. Bahkan zodiakmu pun aku tak tahu.

Me: "Kok kamu mau pacaran sama orang yang seneng banget nyari kesibukan kayak aku? Justru orang lain pada nyerah dan ogah punya pacar dengan beragam kegiatan kayak gini."

You: "Justru nanti kalau ditinggal biar tenang, biar tetep ada kesibukan. Dan engga kesepian..."


Well, it's just simply lightning into my day (at that time), and oh, the days after that day too. I feel so ...... (speechless). Okay, I'll be alright.


Karena pada dasarnya, menurutku, bahwa problematika dalam percintaan atau pun suatu hubungan itu tidak boleh merusak passion yang sudah ada di dalam diri kita. Bukan menjadi penghambat, tetapi membantu memotivasi dan terus memacu semangat. And yes, we're on our tracks---each other. We're different. We're so much different. I do everything that I want to do, and so do you. It's not a problem, it doesn't trigger any obstacle. We do always have to motivate each other. And it's good.


Back to the confusion thing.


Setelah aku sadari, ternyata aku tidak melakukan banyak persiapan untuk berpisah denganmu secepat itu. Berpisah maksudku, yang terbiasa bersama setiap waktu lalu---hanya bisa bertemu di akhir minggu, karena kita akan berada di kota yang berbeda. Itu pun jika beruntung. Baiklah, seminggu... terasa cukup sulit. Dua minggu.. aku bisa beradaptasi. Tiga minggu... lebih bisa beradaptasi walau serangan rindu jauh lebih ganas. Empat minggu... dan sehabis itu kamu berkata sebulan ke depan kita tak dapat bertemu, termasuk di akhir minggu. Karena kamu akan bertemankan ombak dan kapal laut. Baiklah, aku menyesal pertemuan denganmu tidak aku manfaatkan sebaik mungkin saat itu. Aku tak ingin menangis saat berkata, "Jaga diri baik-baik ya" atau mungkin berucap "Dadah..". Maka aku putuskan untuk tidak melihat wajahmu di pagi itu. Aku memunggungimu, dan aku menyesal.. karena aku hanya menjadi pengecut yang hanya mampu mengeluarkan air mata saat perlahan menjauhimu dan saat ku berpaling, kulihat kamu sudah tak ada lagi di tempat tadi kamu berdiri.


Ternyata, saat itulah yang sekarang aku rindukan jika mampu diputar kembali.


Sekitar 20 hari, katamu. Ya, kamu akan merayakan Hari Raya di atas lautan, sudah terprediksi. Tetapi kita masih bisa merayakan hari ulang tahunmu---dan hari ulang tahun hubungan kita yang pertama. Aku sangat bersemangat, dan hari-hari kulalui dengan berharap 10 hari lagi kamu akan pulang. Dan ternyata... ada kabar menjadi sebulan: katamu. Lalu berubah menjadi dua bulan, susul kabarmu yang berikutnya.


Lalu apa yang aku bisa perbuat? Merindumu? Sudah barang tentu itu aku lakukan tanpa harus ku katakan pada orang lain. Jika Tuhan memiliki rasa bosan, tentunya dia sudah tak tahan dengan rasa rindu dalam diriku. Tapi, pertanyaan yang sama pentingnya muncul kemudian, ataukah aku hanya takut kesepian?


Kau berkata aku pasti mampu. Lihat diriku sebelum mengenalmu, ujarmu. Seorang perempuan yang tak mengenal kebosanan dan kesepian.. namun Sayang, kau melupakan variabel lain yang turut mempengaruhi itu semua, saat itu aku masih sendiri... dan sekarang tidak. Apa-apa yang aku lakukan akan turut dipengaruhi oleh faktor lain: kamu. Semua hal tidak akan lagi menjadi sama.


Namun mungkin, ini memang cobaan. Godaan terlalu banyak menyerang, Sayang. Andai kamu ada di sini membantuku melawannya. Aku bukan tipikal orang yang selalu bisa membuat perasaan menjadi tersurat. Bisa jadi apa yang aku tampilkan, bukanlah yang benar-benar aku rasakan. Bisa jadi apa yang aku tampilkan, justru benar yang aku rasakan namun orang lain tidak percaya. Simpulkanlah hal ini...


Orang-orang lebih menyukaiku tersenyum, gembira dan bahagia. Tidak heran jika mereka enggan mendengar kesedihanku, dan cenderung membuka topik baru yang harus aku dengar dan perhatikan walau aku tak suka. Namun apa boleh buat, itu yang mereka suka. Mereka mengenalku sebagai diri yang ekstrovert. Bukan berarti aku tidak menjadi diriku sendiri, namun, karena inilah diriku. Berbeda denganmu, aku tahu kamu pun lebih menyukai jika aku ceria. Namun aku tahu, bahwa kamu tahu aku bukanlah sosok yang persis dengan apa yang dipikirkan orang lain. Terlalu rumit segala sesuatu di dalam kepalaku. Aku rindu dengan orang yang mampu mengenalku secara objektif, aku rindu.


Namun sekarang, sedikit banyaknya ada beberapa hal yang aku rasa menguap drastis.. Siapa bilang intensitas komunikasi tidak berpengaruh dalam suatu hubungan, apalagi LDR? Semula kita tidak memiliki masalah dengan komunikasi, sampai kamu berada pada jarak di luar jangkauan sinyal provider. Ya, itu sangat berpengaruh. Satu hari-dua hari. Aku coba tahan. Tiga hari sampai seminggu.. aku cukup terbiasa. Terbiasa dengan situasi tanpa kamu.. Dan ternyata, aku menyadari, hal yang menguap drastis itu tidak adanya perhatian----seperti apa yang aku butuhkan. Andai kamu tahu, itu yang membuatku sedikit uring-uringan. Mungkinkah kamu tidak lagi menjadi orang yang mengkhawatirkanku ketika aku pulang sendiri malam hari? Mungkinkah kamu menjadi seseorang yang tidak merasa janggal mengapa berat badanku sempat turun drastis? Mungkinkan kamu menjadi seseorang yang merasa bertanya 'Sudah makan?' adalah sesuatu yang tidak lagi penting? Atau memaksaku hanya untuk menelan satu sendok nasi? Ya... atau hal-hal lainnya (hal yang kecil dan tidak terlalu penting lainnya?). Aku rindu kita saling mengingatkan. Aku candu agar kita saling menguatkan. Namun sekarang, tak ada yang bisa aku lakukan selain menunggu kabar darimu terlebih dahulu. Aku rindu perhatian, akan kugaris bawahi hal itu. Aku tidak munafik.


Terserah orang berkata apa. Terserah orang berpikir aku berlebihan. Namun mereka tidak berada di situasi yang aku rasakan. Rasakan saja jika mereka mencibirku lalu merasakan hal yang sama. Sulit.

1 lost people:

outbound training di malang mengatakan...

kunjungan gan.,.
bagi" motivasi.,.
Tuhan lebih tau segala hal daripada kita.,.
di tunggu kunjungan balik.na gan.,.,

Back to Top